ACARA
I
TRILOGI
BIOMASSA
ABSTRAK
Praktikum Kesuburan, Pemupukan, dan Kesehatan Tanah acara I
yaitu Trilogi Biomassa dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2016 di Laboratorium Kesuburan dan Kimia Tanah, Jurusan
Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Tujuan dari praktikum
ini adalah (1)
[g1] Mengetahui cara pembuatan biomassa (2) Mengetahui
pemanfaatan dan pengaplikasian biomassa sebagai pupuk. Bahan dan metode [g2] pembuatan pupuk akan mempengarui pupuk yang
terbentuk, bahan keras akan menghasilkan pupuk padat, bahan yang lunak akan
menghasilkan pupuk cair. Pembuatan pupuk merupakan upaya untuk mempercepat
kembalinya biomaasa kedalam tanah.
Kata
kunci: biomassa, pupuk, POC, biochar
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tanah merupakan
akumulasi tubuh alam bebas, yang menduduki sebagian besar permukaan bumi yang
mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan
jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu
selama jangka waktu tertentu pula. Tanah merupakan faktor terpenting dalam
tumbuhnya tanaman dalam suatu sistem pertanaman, pertumbuhan suatu jenis
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya ialah tersedianya unsur hara,
baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Tanah sebagai medium pertumbuhan
tanaman berfungsi pula sebagai pemasok unsur hara, dan tanah secara alami
memiliki tingkat ketahanan yang sangat beragam sebagai medium tumbuh tanaman.
Biomassa adalah tumbuhan
atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji, buah, daun, ranting, batang dan akar
termasuk tanaman yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian, perkebutan dan
tanaman hutan. Menurut Nasih[g1] (2016), biomassa dibagi menjadi 3 dan disebut dengan
istilah Trilogi Biomassa yang menunjukkan seluruh biomassa/material yang
menyusun organisme dapat dikembalikan kedalam tanah melalui 3 jalan. Biomassa
adalah salah satu sumber energi terbarukan yang menjadi sangat populer karena
banyak orang mulai beralih ke sumber-sumber energi hijau. Biomassa berasal dari
tanaman yang dapat diolah untuk menghasilkan energi. Karbon yang digunakan
untuk menghasilkan energi ini diserap oleh tanaman dari tanah atau atmosfir.
Tanaman penghasil biomassa akan menyerap karbon ketika tumbuh dan kemudian
mengembalikannya kembali ke atmosfer ketika mati dan terurai (membusuk). Ada
berbagai tanaman biomassa yang dapat digunakanu untuk menghasilkan energi
biomassa. Diantaranya adalah kayu alami, tanaman energi, residu pertanian, limbah
makanan dan co-produk industri.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Pupuk organik adalah pupuk yang kurang
terkonsentrasi tetapi sangat berharga dalam menambah zat hara tanah terutama
tanah berpasir. Pupuk organik yang memiliki nutrisi yang tepat berpengaruh
untuk produktivitas tanaman yang berkelanjutan. Pupuk organik yang diuji oleh
laboratorium dikategorikan ke dalam kelompok yang berbeda, yaitu, kompos, biokompos,
kompos cair, biochar, kompos cacing, kotoran sapi dan lain-lain (Boller dan
Hani ,2004 dalam Rajan, 2015).
Komposisi pupuk organik tergantung pada manajemen
prakteknya, seperti sumber dan kualitas pakan ternak sebagai penghasil pupuk
kotoran hewan, komposisi tambahan air ke pupuk, jenis dan jumlah hewan ternak,
metode penyimpanan pupuk dan panjang penyimpanan. Sebagai praktek manajemen
bervariasi secara substansial antara peternakan, karena penting untuk menguji
sempel organik pupuk untuk menentukan kandungan gizinya (Rajan, 2015).
Menurut Mohammed dan Solaiman (2012), menejelaskan
bahwa pasokan nutrisi adalah masukan penting untuk mewujudkan hasil kubis lebih
tinggi. Karenanya, aplikasi pupuk terutama pupuk organik, meningkatkan kualitas
tanah dan produktivitas tanaman di daerah tropis.
Pupuk organik cair merupakan pupuk alam dimana
terdiri dari pupuk kandang, pupuk hijau, tepung tulang dan abu tanaman. Pupuk
organik cair adalah pupuk yang kandungan bahan kimianya rendah maksimal 5%,
dapat memberikan hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman pada tanah, karena
bentuknya yang cair. Pupuk organik cair dalam pemupukan jelas lebih merata,
tidak akan terjadi penumpukan konsentrasi pupuk di satu tempat, hal ini
disebabkan pupuk organik cair 100 persen larut. Pupuk organik cair ini
mempunyai kelebihan dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara dan tidak
bermasalah dalam pencucian hara juga mampu menyediakan hara secara cepat (Musnawar,
2006 dalam Taufika, 2011).
Kandungan unsur N yang cukup tinggi yaitu 17,5%
dalam pupuk organik cair mampu menutupi kekurangan yang tersedia dalam tanah.
Namun belum mampu memenuhi kebutuhan akan N dalam hal perbanyakan daun.
Kandungan hara yang terkandung dalam tanah dan sumbangan hara dari pupuk telah
mencukupi kebutuhan tanaman. Salah satu kandungan unsur hara utama pupuk
organik cair yang diberikan adalah K (Taufika, 2011).
Sebuah sistem baru untuk stabilisasi limbah organik
dan produksi pupuk cair yang kaya nitrat dikembangkan dengan menggabungkan
ammonification kotoran ternak, dengan penguapan menghasilkan amonia menjadi
biofilter dimana itu terserap, teroksidasi, dan diperoleh sebagai pupuk cair.
Sebuah pendekatan baru dalam pemanfaatan limbah organik dan menggunakanya
kembali dengan produksi cairan kaya nitrat pupuk dikembangkan dan divalidasi.
Metode termasuk produksi gas yang kaya amonia (berasal dalam ekstrak kotoran)
diikuti oleh konversi mikroba untuk nitrat dan pemulihan sebagai pupuk cair.
(Gross et al, 2012).
Biochar adalah pupuk yang kaya unsur C dan
diproduksi dengan memanaskan biomassa dalam lingkungan rendah oksigen (dikenal
sebagai pirolisis). Biochar diproduksi di akhir pipa pengolahan yang kaya
karbon (Marousek, 2014). Konversi limbah organik dengan pirolisis menjadi
biochar telah banyak diakui sebagai cara paling menjanjikan penyerapan karbon
(McHenry, 2009 dalam Vochozka et al,
2016). Berbagai interaksi positif telah berulang kali diamati antara biochar,
tanah, mikroba, tanaman, dan iklim global secara umum (Zimmerman et al,
2011 dalam Vochozka et al,
2016). Penggabungan biochar ke hasil tanah di manajemen yang lebih baik dari
air karena meningkatkan resistensi tanah erosi dan air retensi (Smetanova et al, 2013). Bahkan interaksi kuat
telah diamati ketika menggabungkan biochar dalam kompos (Marousek et al, 2015).
Biochar sering
diterapkan dalam kombinasi dengan pupuk, karena biochar tidak membawa banyak
nutrisi tersedia. Ketika digunakan dalam kombinasi dengan manajemen pemupukan,
biochar meningkatkan rezim hara tanah dalam meningkatkan bioavailabilitas dan tanaman
serapan nitrogen (N) dan fosfor (P) (Zheng et
al, 2012). Menurut Taras et al
(2015), menunjukkan bahwa biochar tergantung pada komposisi bahan baku dan
kondisi pirolisis, biochars dapat dirancang khusus untuk selektif meningkatkan
kimia tanah dan sifat fisik tanah terdegradasi. Setelah dimasukkan ke dalam
tanah, biochar sangat lambat teroksidasi dan berubah menjadi humus secara
fisik.
III.
METODOLOGI
Cara kerja yang dilakukan praktikum
membuat biochar dengan teknik open firing. Prinsip kerja open firing bahan kayu
kering dimasukkan tonng terbuka, dibakar secara bertahap sampai membara,
kemudian disiram air. Langkah pertama letakkan jerami pada drum dan bakar
dengan korek api. Dimasukkan seresah daun, ranting dan kayu bakar dalam drum
secara berurutan, hal ini dilakukan agar nyala api tetap terbakar membara.
Setelah kayu terbentuk arang, siram dengan air dan tunggu hingga dingin.
Kemudian kayu dimasukkan kedalam ember dan beri 100ml EM4 dan kemudian tumbuk
hingga menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Cara kerja membuat biokompos
dilakukan dengan cara bio-composting dengan reaktor biokompos Hi. Prinsip kerja
teknik ini limbah sayur dan buah dimasukkan kedalam reaktor , lalat hitam (Hermetia illucens) datang bertelur,
larva akan merombak menjadi cairan.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Seluruh biomassa
(material yang menyusun organisme) dapat dikembalikan ke dalam tanah, melalui 3
jalan (Yuwono, 2016)
:
- 1. Bagian keras (berkayu), contoh: kayu, bambu, cabang, ranting, termasuk kertas, dibuat menjadi biochar (arang hidup), mlalui proses pirolisis (pembakaran tanpa oksigen) yang menghasilkan arang, diteruskan proses menghidupkan dengan perendaman dalam POC sehingga menjadi biochar. Biochar dapat diaplikasikan langsung ke dalam tanah, sebagai mulsa di permukaan tanah atau diikutkan serta dalam proses pengomposan. Biochar dalam tanah dapat bertahan beberapa abad.
- 2. Bagian berair (cair), contoh: sayur, buah, daging, susu, dibuat menjadi pupuk organik cair dalam reaktor biokompos Hi (menggunakan larva lalat hitam atau Hermetia illucens). Pupuk organik cair (POC) dapat digunakan sebagai sumber hara , diaplikasikan lewat tanah atau lewat daun tanaman, sebagai sumber inokulan untuk pengomposan, atau sumber nutrien, organik dan mikroba yang digunakan untuk menghidupkan biochar. POC bermanfaat untuk jangka yang sangat singkat.
- 3. Bagian lunak, contoh: daun, korotan ternak atau pupuk kandang, dibuat menjadi kompos melalui proses komposting. Komposting terdiri dari dua proses :1) dekomposisi atau perombakan/penguraian, dan (2) rekomposisi/sintesis. Kompos dalam tanah dapat bermanfaat sampai 3-5 tahun.
Tabel 1.1. Pengolahan Limbah
Organik
Bahan
|
Teknik Pembuatan
|
Produk
|
Material Keras
|
Open firing
|
Biochar
|
Material Basah
|
Bio-composting
|
Biokompos
|
Material Lunak
|
Composting
|
Kompos
|
Metode pengolahan limbah organik
pada praktikum ini digolongkan menurut bahan limbah yang akan diolah yaitu
material keras, basah dan lunak. Setiap bahan yang akan diolah memiliki
tahapan/ metode yang berbeda tergantung jenis bahanya. Untuk metode yang
pertama yaitu open firing untuk bahan keras seperti kayu, ranting, bambu,
cabang dll. Open firing yaitu pembakaran di tempat terbuka. Kayu, ranting,
dahan, bambu dan bahan keras lainya pada umumnya memiliki lapisan lignin maka
dari itu pembakaran dilakukan agar mempercepat proses pengolhan limbah. Prinsip
kerja metode ini adalah bahan kayu kering dimasukkan kedalam tong terbuka,
dibakar bertahap sampai membara, kemudian segera direndam air dan EM4/ POC.
Hasil darimetode ini yaitu biochar.
Biochar merupakan
arang hayati yang berasal dari pembakaran tidak sempurna (pirolisis)
bahan organik sisa-sisa hasil pertanian yang dapat meningkatkan kualitas tanah
dan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk pengelolaan tanah
(Gani, 2009). Pada dasarnya biochar berpotensi meningkatkan C-tanah secara
berkelanjutan, retensi air dan hara dalam tanah. Gani (2009) menyatakan bahwa manfaat lain dari biochar adalah dapat menyimpan karbon secara
stabil selama ribuan tahun dengan cara membenamkan ke dalam tanah.
Ho menemukan bahwa biochar merupakan
recalcitrant yang sukar teroksidasi. Endapan biochar di
lautan stabil dalam waktu jutaan tahun, oleh karena itu biochar dengan
kandungan karbon yang tinggi juga mempunyai umur yang
panjang. Hal ini sejalan dengan Hoekman et.
al(2013) yang mengemukakan Biochar merupakan senyawa yang sangat stabil,
sukar terurai oleh oksidasi mikroba di dalam tanah. Konversi biomasa menjadi biochar
adalah transformasi dinamis yang berhubungan dengan karbon sequestration.
Dalam proses karbonisasi biomasa setidaknya 0% karbon yang ada diubah menjadi
karbon biochar. Proses pengomposan biomasa di dalam tanah akan
mengeluarkan karbon dengan lambat, sampai kadar karbon tersisa sekitar 10 –
20%, dimana kompos yang dihasilkan sudah dianggap stabil. Kompos ini akan
berada di dalam tanah sekitar 5 sampai 10 tahun. Biochar berada di dalam
tanah jauh lebih lama, dan fungsi biochar sebagai penyimpan nutrien lebih
baik dibandingkan dengan kompos.
Metode kedua yaitu bio-composting
untuk bahan basah seperti sayur, buah, daging dll. Metode ini menggunkan lalat
hitam (Hermetia illucens) sebagai perombak bahan organik. Prinsip kerja
metode ini adalah limbah buah dan sayur dimasukkan dalam reaktor, lalat hitam
datang bertelur, larva akan merombak menjadi cairan. Metode ketiga yaitu
composting untuk bahan lunak seperti kotoran hewan, daun, ranting, jerami dll.
Prinsip kerja metode ini adalah dibuat gundukan berlapis-lapis tersusun
campuran daun dan biochar setiap lapis diseprotkan cairan biokompos.
Pada metode kedua
digunakan lalat hitam sebagai perombak bahan organik. Hermetia illucens merupakan jenis serangga keluarga lalat yang
jauh beda dengan lalat sampah (Musca domestika) pada umumnya dengan
sifat yang tak dimiliki lalat lain. Masa dewasanya kurang dari delapan hari,
yang ditujukan mencari pasangan dan bertelur. Larva atau maggot Hermetia
illucens dapat membunuh dan menekan populasi bakteri jahat, misalnya salmonella
dan coli, serta mampu mengolah limbah organik sangat cepat. Dalam siklus
hidupnya, lalat ini bisa bermigrasi secara mandiri saat bermetamorfosis dari
fase maggot ke prepupa.. Siklus hidupnya relatif singkat, sekitar
40 hari. Fase metamorfosis terdiri atas fase telur selama 3 hari, maggot
18 hari, prepupa 14 hari, pupa 3 hari, dan lalat dewasa 3 hari. Lalat itu mati
setelah kawin. Hermetia illucens betina bisa menghasilkan 300-1.000
telur. Lalat jenis ini menyembunyikan telur di tempat aman, seperti di
sela-sela kardus atau tumbuhan segar dan hidup. Kemampuan Hermetia illucens sebagai
pengurai sampah terutama sampah organik tak perlu diragukan lagi. Setiap ekornya rata-rata
menghasilkan 500 maggot dalam satu siklus hidupnya. Apabila ada 20 ekor,
nantinya akan ada 10.000 maggot. Dalam satu hari, 10.000 maggot mampu mengurai
1 kilogram sampah rumah tangga (sisa makanan) dalam 24 jam dan menyisakan 200 gram
sampah terurai yang biasa disebut bekas maggot (kasgot).
Kasgot dapat langsung dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Sementara itu maggot
yang baru saja menyelesaikan tugas mengurai sampah, dalam tiga hari akan
bermetamorfosis menjadi prepupa (fase puasa). (Putranto, 2014).
Keberadaan lalat HI dalam metode bio-composing sangatlah
penting. Adanya lalat menandakan bahwa proses komposing akan berjalan. Saat
lalat HI datang, ia akan hinggap pada sampah organik kemudian meninggalkan
telor. Telor ini nantinya akan menetas dan berubah jadi larva atau sering
disebut maggot. Larva larva lalat HI
inilah yang sebenarnya berperan dalam menguraikan sampah organik menjadi pupuk
organik cair. Larva HI akan memakan sampah organik, untuk memenuhi kebutuhan
nutrisinya sebelum berubah menjadi pupa. Semakin banyak larva didalam reaktor
maka proses penguraian akan berjalan semakin cepat. Saat penguraian berjalan,
sampah organik yang tadinya berbentuk padat nantinya akan berubah menjadi cair.
Cairan yang dihasilkan tidak berbau menyengat dan warnanya hitam pekat.
Limbah organik yang mengalami proses pengolahan pastilah
mengalami perubahan bentuk dari yang semula padat/ keras menjadi lunak lalu
menjadi cair. Proses tersebut sama disetiap metodenya, untuk teknik
pengomposan, reaksi-reaksi yang terjadi didalamnya yaitu (Judoamidjojo
et al., )
1.
Reduksi Sulfat :
2.
Reduksi karbon organik secara anaerobik :
3.
Reduksi karbon dioksida :
4. Reduksi oksidasi sempurna :
Sedangkan reaksi yang lainya yaitu (Sutejo, 2002):
1. Reaksi aminasi :
2. Reaksi Amonifikasi :
3. Reaksi Nitrifikasi :
V.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembuatan pupuk baik
itu padat, cair maupun basah merupakan upaya untuk mempercepat kembalinya
biomassa kedalam tanah agar nantinya dapat dimanfaatkan kembali oleh tanaman
sebagai bahan untuk membentuk biomassa, dengan begitu siklus perubahan biomassa
dapat berjalan baik.
Gross,
A., Guy, O., Posmanik, R., Fine, P. 2012. A Novel Method for Combined Biowaste
Stabilization and Production of Nitrate-Rich Liquid Fertilizer for Use in
Organic Horticulture. Water Air Soil Pollut 223:1205–1214
JudoamidjojoMarousˇek,
J. 2014. Economically oriented process optimization in waste management.
Environ Sci Pollut Res 21:7400–7402
Marousˇek,
J., Hasˇkova´, S., Zeman, R., Za´k, J., Vanıckova, R., Marousˇkova´, A.,
Va´chal, J, Mysˇkova´, K. 2015. Polemics on ethical aspects in the compost
business. Sci Eng Ethics 21:1–10
Mohammed
RH, Solaiman A H M .2012. Efficacy of organic and inorganic fertilizers on the
growth of cabbage (Brassica oleraceae L). Int J Agric Crop Science 4(3):128–138
S.K.
Hoekman, A. Broch, C. Robbins, B. Zielenska and L. Felix. 2013.Hydrothermal carbonization
(HTC) of selected woody and herbaneous biomass feedstocks. Biomass Conv.
Bioref, vol. 3 (2), pp. 113-126
Putranto,
Angger. 2014. Pasukan Khusus Penghancur Sampah Organik <http://sains.kompas.com/read/2014/11/23/15565071/Pasukan.Khusus.Penghancur.Sampah.Organik> diakses
pada 27 Spetember 2016.
Smetanova´,
A., Dotterweich, M., Diehl, D., Ulrich, ., Dotterweich, N F. 2013. Influence of
biochar and terra preta substrates on wettability and erodibility of soils.
Zeitschrift fu¨r Geomorphol Suppl Issues 57:111–134
Taras
E. Lychuk , Roberto C. Izaurralde , Robert L. Hill , William B. McGill , Jimmy
R. Williams. 2015. Biochar as a global change adaptation: predicting biochar
impacts on crop productivity and soil quality for a tropical soil with the
Environmental Policy Integrated Climate (EPIC) model. Mitig Adapt Strateg Glob
Change 20: 1437–1458
Taufika,
R. 2011. Pengujian beberapa dosis pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman wortel (Daucus carota L.). Jurnal Tanaman Hortikultur 1(1): 1-10
Vochozka,
M., Marousˇkova´, A., Va´chal, J., Strakova´, J. 2016. Biochar pricing hampers
biochar farming. Clean Techn Environ Policy (2016) 18:1225–1231
Yuwono,
Nasih. 2016. Trilogi Biomassa < http://nasih.staff.ugm.ac.id/?p=2313> diakses
pada 27 September 2016
Zheng
J Y., Stewart C E., Cotrufo M F. 2012. Biochar and nitrogen fertilizer alters
soil nitrogen dynamics and greenhouse gas fluxes from two temperate soils. J
Environ Qual 41:1361–1370
Tidak ada komentar:
Posting Komentar