Kamis, 05 Juli 2018

Laporan Praktikum Kesuburan, Pemupukan, dan Kesehatan Tanah (KPKT) Acara 1


ACARA I
TRILOGI BIOMASSA

ABSTRAK
Praktikum Kesuburan, Pemupukan, dan Kesehatan Tanah acara I yaitu Trilogi Biomassa dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2016 di Laboratorium Kesuburan dan Kimia Tanah, Jurusan Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Tujuan dari praktikum ini adalah (1) [g1] Mengetahui cara pembuatan biomassa (2) Mengetahui pemanfaatan dan pengaplikasian biomassa sebagai pupuk. Bahan dan metode [g2] pembuatan pupuk akan mempengarui pupuk yang terbentuk, bahan keras akan menghasilkan pupuk padat, bahan yang lunak akan menghasilkan pupuk cair. Pembuatan pupuk merupakan upaya untuk mempercepat kembalinya biomaasa kedalam tanah.
Kata kunci: biomassa, pupuk, POC, biochar





I.            PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tanah merupakan akumulasi tubuh alam bebas, yang menduduki sebagian besar permukaan bumi yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula. Tanah merupakan faktor terpenting dalam tumbuhnya tanaman dalam suatu sistem pertanaman, pertumbuhan suatu jenis dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya ialah tersedianya unsur hara, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Tanah sebagai medium pertumbuhan tanaman berfungsi pula sebagai pemasok unsur hara, dan tanah secara alami memiliki tingkat ketahanan yang sangat beragam sebagai medium tumbuh tanaman.

         Biomassa adalah tumbuhan atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji, buah, daun, ranting, batang dan akar termasuk tanaman yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian, perkebutan dan tanaman hutan. Menurut Nasih[g1]  (2016), biomassa dibagi menjadi 3 dan disebut dengan istilah Trilogi Biomassa yang menunjukkan seluruh biomassa/material yang menyusun organisme dapat dikembalikan kedalam tanah melalui 3 jalan. Biomassa adalah salah satu sumber energi terbarukan yang menjadi sangat populer karena banyak orang mulai beralih ke sumber-sumber energi hijau. Biomassa berasal dari tanaman yang dapat diolah untuk menghasilkan energi. Karbon yang digunakan untuk menghasilkan energi ini diserap oleh tanaman dari tanah atau atmosfir. Tanaman penghasil biomassa akan menyerap karbon ketika tumbuh dan kemudian mengembalikannya kembali ke atmosfer ketika mati dan terurai (membusuk). Ada berbagai tanaman biomassa yang dapat digunakanu untuk menghasilkan energi biomassa. Diantaranya adalah kayu alami, tanaman energi, residu pertanian, limbah makanan dan co-produk industri.





B.    Tujuan
1.      Mengetahui cara pembuatan biomassa
2.      Mengetahui pemanfaatan dan pengaplikasian biomassa sebagai pupuk

II.            TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk organik adalah pupuk yang kurang terkonsentrasi tetapi sangat berharga dalam menambah zat hara tanah terutama tanah berpasir. Pupuk organik yang memiliki nutrisi yang tepat berpengaruh untuk produktivitas tanaman yang berkelanjutan. Pupuk organik yang diuji oleh laboratorium dikategorikan ke dalam kelompok yang berbeda, yaitu, kompos, biokompos, kompos cair, biochar, kompos cacing, kotoran sapi dan lain-lain (Boller dan Hani ,2004 dalam Rajan, 2015).
Komposisi pupuk organik tergantung pada manajemen prakteknya, seperti sumber dan kualitas pakan ternak sebagai penghasil pupuk kotoran hewan, komposisi tambahan air ke pupuk, jenis dan jumlah hewan ternak, metode penyimpanan pupuk dan panjang penyimpanan. Sebagai praktek manajemen bervariasi secara substansial antara peternakan, karena penting untuk menguji sempel organik pupuk untuk menentukan kandungan gizinya (Rajan, 2015).
Menurut Mohammed dan Solaiman (2012), menejelaskan bahwa pasokan nutrisi adalah masukan penting untuk mewujudkan hasil kubis lebih tinggi. Karenanya, aplikasi pupuk terutama pupuk organik, meningkatkan kualitas tanah dan produktivitas tanaman di daerah tropis.
Pupuk organik cair merupakan pupuk alam dimana terdiri dari pupuk kandang, pupuk hijau, tepung tulang dan abu tanaman. Pupuk organik cair adalah pupuk yang kandungan bahan kimianya rendah maksimal 5%, dapat memberikan hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman pada tanah, karena bentuknya yang cair. Pupuk organik cair dalam pemupukan jelas lebih merata, tidak akan terjadi penumpukan konsentrasi pupuk di satu tempat, hal ini disebabkan pupuk organik cair 100 persen larut. Pupuk organik cair ini mempunyai kelebihan dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara dan tidak bermasalah dalam pencucian hara juga mampu menyediakan hara secara cepat (Musnawar, 2006 dalam Taufika, 2011).
Kandungan unsur N yang cukup tinggi yaitu 17,5% dalam pupuk organik cair mampu menutupi kekurangan yang tersedia dalam tanah. Namun belum mampu memenuhi kebutuhan akan N dalam hal perbanyakan daun. Kandungan hara yang terkandung dalam tanah dan sumbangan hara dari pupuk telah mencukupi kebutuhan tanaman. Salah satu kandungan unsur hara utama pupuk organik cair yang diberikan adalah K (Taufika, 2011).
Sebuah sistem baru untuk stabilisasi limbah organik dan produksi pupuk cair yang kaya nitrat dikembangkan dengan menggabungkan ammonification kotoran ternak, dengan penguapan menghasilkan amonia menjadi biofilter dimana itu terserap, teroksidasi, dan diperoleh sebagai pupuk cair. Sebuah pendekatan baru dalam pemanfaatan limbah organik dan menggunakanya kembali dengan produksi cairan kaya nitrat pupuk dikembangkan dan divalidasi. Metode termasuk produksi gas yang kaya amonia (berasal dalam ekstrak kotoran) diikuti oleh konversi mikroba untuk nitrat dan pemulihan sebagai pupuk cair. (Gross et al, 2012).
Biochar adalah pupuk yang kaya unsur C dan diproduksi dengan memanaskan biomassa dalam lingkungan rendah oksigen (dikenal sebagai pirolisis). Biochar diproduksi di akhir pipa pengolahan yang kaya karbon (Marousek, 2014). Konversi limbah organik dengan pirolisis menjadi biochar telah banyak diakui sebagai cara paling menjanjikan penyerapan karbon (McHenry, 2009 dalam Vochozka et al, 2016). Berbagai interaksi positif telah berulang kali diamati antara biochar, tanah, mikroba, tanaman, dan iklim global secara umum (Zimmerman et al,  2011 dalam Vochozka et al, 2016). Penggabungan biochar ke hasil tanah di manajemen yang lebih baik dari air karena meningkatkan resistensi tanah erosi dan air retensi (Smetanova et al, 2013). Bahkan interaksi kuat telah diamati ketika menggabungkan biochar dalam kompos (Marousek et al, 2015).
Biochar sering diterapkan dalam kombinasi dengan pupuk, karena biochar tidak membawa banyak nutrisi tersedia. Ketika digunakan dalam kombinasi dengan manajemen pemupukan, biochar meningkatkan rezim hara tanah dalam meningkatkan bioavailabilitas dan tanaman serapan nitrogen (N) dan fosfor (P) (Zheng et al, 2012). Menurut Taras et al (2015), menunjukkan bahwa biochar tergantung pada komposisi bahan baku dan kondisi pirolisis, biochars dapat dirancang khusus untuk selektif meningkatkan kimia tanah dan sifat fisik tanah terdegradasi. Setelah dimasukkan ke dalam tanah, biochar sangat lambat teroksidasi dan berubah menjadi humus secara fisik.

III.            METODOLOGI
Cara kerja yang dilakukan praktikum membuat biochar dengan teknik open firing. Prinsip kerja open firing bahan kayu kering dimasukkan tonng terbuka, dibakar secara bertahap sampai membara, kemudian disiram air. Langkah pertama letakkan jerami pada drum dan bakar dengan korek api. Dimasukkan seresah daun, ranting dan kayu bakar dalam drum secara berurutan, hal ini dilakukan agar nyala api tetap terbakar membara. Setelah kayu terbentuk arang, siram dengan air dan tunggu hingga dingin. Kemudian kayu dimasukkan kedalam ember dan beri 100ml EM4 dan kemudian tumbuk hingga menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Cara kerja membuat biokompos dilakukan dengan cara bio-composting dengan reaktor biokompos Hi. Prinsip kerja teknik ini limbah sayur dan buah dimasukkan kedalam reaktor , lalat hitam (Hermetia illucens) datang bertelur, larva akan merombak menjadi cairan.

                                       IV.            HASIL DAN PEMBAHASAN
 Seluruh biomassa (material yang menyusun organisme) dapat dikembalikan ke dalam tanah, melalui 3 jalan (Yuwono, 2016) :
  • 1.     Bagian keras (berkayu), contoh: kayu, bambu, cabang, ranting, termasuk kertas, dibuat menjadi biochar (arang hidup), mlalui proses pirolisis (pembakaran tanpa oksigen) yang menghasilkan arang, diteruskan proses menghidupkan dengan perendaman dalam POC sehingga menjadi biochar.  Biochar dapat diaplikasikan langsung ke dalam tanah, sebagai mulsa di permukaan tanah atau diikutkan serta dalam proses pengomposan. Biochar dalam tanah dapat bertahan beberapa abad.
  • 2.      Bagian berair (cair), contoh: sayur, buah, daging, susu, dibuat menjadi pupuk organik cair dalam reaktor biokompos Hi (menggunakan larva lalat hitam atau Hermetia illucens). Pupuk organik cair (POC) dapat digunakan sebagai sumber hara , diaplikasikan lewat tanah atau lewat daun tanaman, sebagai sumber inokulan untuk pengomposan, atau sumber nutrien, organik dan mikroba yang digunakan untuk menghidupkan biochar. POC bermanfaat untuk jangka yang sangat singkat.
  • 3.      Bagian lunak, contoh: daun, korotan ternak atau pupuk kandang, dibuat menjadi kompos melalui proses komposting. Komposting terdiri dari dua proses :1) dekomposisi atau perombakan/penguraian, dan (2) rekomposisi/sintesis. Kompos dalam tanah dapat bermanfaat sampai 3-5 tahun.


Tabel 1.1. Pengolahan Limbah Organik
Bahan
Teknik Pembuatan
Produk
Material Keras
Open firing
Biochar
Material Basah
Bio-composting
Biokompos
Material Lunak
Composting
Kompos

Metode pengolahan limbah organik pada praktikum ini digolongkan menurut bahan limbah yang akan diolah yaitu material keras, basah dan lunak. Setiap bahan yang akan diolah memiliki tahapan/ metode yang berbeda tergantung jenis bahanya. Untuk metode yang pertama yaitu open firing untuk bahan keras seperti kayu, ranting, bambu, cabang dll. Open firing yaitu pembakaran di tempat terbuka. Kayu, ranting, dahan, bambu dan bahan keras lainya pada umumnya memiliki lapisan lignin maka dari itu pembakaran dilakukan agar mempercepat proses pengolhan limbah. Prinsip kerja metode ini adalah bahan kayu kering dimasukkan kedalam tong terbuka, dibakar bertahap sampai membara, kemudian segera direndam air dan EM4/ POC. Hasil darimetode ini yaitu biochar.

           Biochar merupakan arang hayati yang berasal dari pembakaran tidak sempurna (pirolisis) bahan organik sisa-sisa hasil pertanian yang dapat meningkatkan kualitas tanah dan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk pengelolaan tanah (Gani, 2009). Pada dasarnya biochar berpotensi meningkatkan C-tanah secara berkelanjutan, retensi air dan hara dalam tanah. Gani (2009) menyatakan bahwa manfaat lain dari biochar adalah dapat menyimpan karbon secara stabil selama ribuan tahun dengan cara membenamkan ke dalam tanah.
Ho menemukan bahwa biochar merupakan recalcitrant yang sukar teroksidasi. Endapan biochar di lautan stabil dalam waktu jutaan tahun, oleh karena itu biochar dengan kandungan karbon yang tinggi juga mempunyai umur yang panjang. Hal ini sejalan dengan Hoekman et. al(2013) yang mengemukakan Biochar merupakan senyawa yang sangat stabil, sukar terurai oleh oksidasi mikroba di dalam tanah. Konversi biomasa menjadi biochar adalah transformasi dinamis yang berhubungan dengan karbon sequestration. Dalam proses karbonisasi biomasa setidaknya 0% karbon yang ada diubah menjadi karbon biochar. Proses pengomposan biomasa di dalam tanah akan mengeluarkan karbon dengan lambat, sampai kadar karbon tersisa sekitar 10 – 20%, dimana kompos yang dihasilkan sudah dianggap stabil. Kompos ini akan berada di dalam tanah sekitar 5 sampai 10 tahun. Biochar berada di dalam tanah jauh lebih lama, dan fungsi biochar sebagai penyimpan nutrien lebih baik dibandingkan dengan kompos.
Metode kedua yaitu bio-composting untuk bahan basah seperti sayur, buah, daging dll. Metode ini menggunkan lalat hitam (Hermetia illucens) sebagai perombak bahan organik. Prinsip kerja metode ini adalah limbah buah dan sayur dimasukkan dalam reaktor, lalat hitam datang bertelur, larva akan merombak menjadi cairan. Metode ketiga yaitu composting untuk bahan lunak seperti kotoran hewan, daun, ranting, jerami dll. Prinsip kerja metode ini adalah dibuat gundukan berlapis-lapis tersusun campuran daun dan biochar setiap lapis diseprotkan cairan biokompos.
          Pada metode kedua digunakan lalat hitam sebagai perombak bahan organik. Hermetia illucens merupakan jenis serangga keluarga lalat yang jauh beda dengan lalat sampah (Musca domestika) pada umumnya dengan sifat yang tak dimiliki lalat lain. Masa dewasanya kurang dari delapan hari, yang ditujukan mencari pasangan dan bertelur. Larva atau maggot Hermetia illucens dapat membunuh dan menekan populasi bakteri jahat, misalnya salmonella dan coli, serta mampu mengolah limbah organik sangat cepat. Dalam siklus hidupnya, lalat ini bisa bermigrasi secara mandiri saat bermetamorfosis dari fase maggot ke prepupa.. Siklus hidupnya relatif singkat, sekitar 40 hari. Fase metamorfosis terdiri atas fase telur selama 3 hari, maggot 18 hari, prepupa 14 hari, pupa 3 hari, dan lalat dewasa 3 hari. Lalat itu mati setelah kawin. Hermetia illucens betina bisa menghasilkan 300-1.000 telur. Lalat jenis ini menyembunyikan telur di tempat aman, seperti di sela-sela kardus atau tumbuhan segar dan hidup. Kemampuan Hermetia illucens sebagai pengurai sampah terutama sampah organik tak perlu diragukan lagi. Setiap ekornya rata-rata menghasilkan 500 maggot dalam satu siklus hidupnya. Apabila ada 20 ekor, nantinya akan ada 10.000 maggot. Dalam satu hari, 10.000 maggot mampu mengurai 1 kilogram sampah rumah tangga (sisa makanan) dalam 24 jam dan menyisakan 200 gram sampah terurai yang biasa disebut bekas maggot (kasgot). Kasgot dapat langsung dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Sementara itu maggot yang baru saja menyelesaikan tugas mengurai sampah, dalam tiga hari akan bermetamorfosis menjadi prepupa (fase puasa). (Putranto, 2014). 
Keberadaan lalat HI dalam metode bio-composing sangatlah penting. Adanya lalat menandakan bahwa proses komposing akan berjalan. Saat lalat HI datang, ia akan hinggap pada sampah organik kemudian meninggalkan telor. Telor ini nantinya akan menetas dan berubah jadi larva atau sering disebut maggot. Larva larva lalat HI inilah yang sebenarnya berperan dalam menguraikan sampah organik menjadi pupuk organik cair. Larva HI akan memakan sampah organik, untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya sebelum berubah menjadi pupa. Semakin banyak larva didalam reaktor maka proses penguraian akan berjalan semakin cepat. Saat penguraian berjalan, sampah organik yang tadinya berbentuk padat nantinya akan berubah menjadi cair. Cairan yang dihasilkan tidak berbau menyengat dan warnanya hitam pekat.
Limbah organik yang mengalami proses pengolahan pastilah mengalami perubahan bentuk dari yang semula padat/ keras menjadi lunak lalu menjadi cair. Proses tersebut sama disetiap metodenya, untuk teknik pengomposan, reaksi-reaksi yang terjadi didalamnya yaitu (Judoamidjojo et al., )
1.      Reduksi Sulfat :
CH3CHOHCOOH + SO42-                    2CH3COOH + H2S + 2OH -
4H2 + SO42-             2H2O + H2S + 2OH-


2.      Reduksi karbon organik secara anaerobik :
CH3COOH             CH4 + CO2
4CH3OH                 3CH4 + CO2 + 2H2O
C6H12O6         bakter      3CH3COOH
C6H12O6           kapang    2CH3CH2OH + 2CO2


3.      Reduksi karbon dioksida :
2CH3CH2OH + 2CO2                  2CH3COOH + CH4
4H2 + CO2                            CH4 + 2H2O
4H2 + 2CO2                   CH3COOH + 2H2O


4.      Reduksi oksidasi sempurna :
CH3COOH + 2O2                      CO2 + 2H2O
2H2 + O2 2H2             CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O


Sedangkan reaksi yang lainya yaitu (Sutejo, 2002):

1.      Reaksi aminasi :
Protein proses enzimatik senyawa asam amino komplek + O2 + amina
R NH2 + H2O hidrolisa enzim R OH + NH3 + energi


2.      Reaksi Amonifikasi :
2NH3 + H2CO3                 (NH4)2CO3              2NH4+ + CO32-



3.      Reaksi Nitrifikasi :
2NH4+ + 3O2                   NO2- + 2H2O + 4H+ + Energi
2NO2- + O2                       2NO3- + Energi

V.            PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pembuatan pupuk baik itu padat, cair maupun basah merupakan upaya untuk mempercepat kembalinya biomassa kedalam tanah agar nantinya dapat dimanfaatkan kembali oleh tanaman sebagai bahan untuk membentuk biomassa, dengan begitu siklus perubahan biomassa dapat berjalan baik.



Gross, A., Guy, O., Posmanik, R., Fine, P. 2012. A Novel Method for Combined Biowaste Stabilization and Production of Nitrate-Rich Liquid Fertilizer for Use in Organic Horticulture. Water Air Soil Pollut 223:1205–1214

JudoamidjojoMarousˇek, J. 2014. Economically oriented process optimization in waste management. Environ Sci Pollut Res 21:7400–7402

Marousˇek, J., Hasˇkova´, S., Zeman, R., Za´k, J., Vanıckova, R., Marousˇkova´, A., Va´chal, J, Mysˇkova´, K. 2015. Polemics on ethical aspects in the compost business. Sci Eng Ethics 21:1–10

Mohammed RH, Solaiman A H M .2012. Efficacy of organic and inorganic fertilizers on the growth of cabbage (Brassica oleraceae L). Int J Agric Crop Science 4(3):128–138

S.K. Hoekman, A. Broch, C. Robbins, B. Zielenska and L. Felix. 2013.Hydrothermal carbonization (HTC) of selected woody and herbaneous biomass feedstocks. Biomass Conv. Bioref, vol. 3 (2), pp. 113-126

Putranto, Angger. 2014. Pasukan Khusus Penghancur Sampah Organik <http://sains.kompas.com/read/2014/11/23/15565071/Pasukan.Khusus.Penghancur.Sampah.Organik> diakses pada 27 Spetember 2016.

Smetanova´, A., Dotterweich, M., Diehl, D., Ulrich, ., Dotterweich, N F. 2013. Influence of biochar and terra preta substrates on wettability and erodibility of soils. Zeitschrift fu¨r Geomorphol Suppl Issues 57:111–134

Taras E. Lychuk , Roberto C. Izaurralde , Robert L. Hill , William B. McGill , Jimmy R. Williams. 2015. Biochar as a global change adaptation: predicting biochar impacts on crop productivity and soil quality for a tropical soil with the Environmental Policy Integrated Climate (EPIC) model. Mitig Adapt Strateg Glob Change 20: 1437–1458

Taufika, R. 2011. Pengujian beberapa dosis pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman wortel (Daucus carota L.). Jurnal Tanaman Hortikultur 1(1): 1-10

Vochozka, M., Marousˇkova´, A., Va´chal, J., Strakova´, J. 2016. Biochar pricing hampers biochar farming. Clean Techn Environ Policy (2016) 18:1225–1231

Yuwono, Nasih. 2016. Trilogi Biomassa < http://nasih.staff.ugm.ac.id/?p=2313> diakses pada 27 September 2016

Zheng J Y., Stewart C E., Cotrufo M F. 2012. Biochar and nitrogen fertilizer alters soil nitrogen dynamics and greenhouse gas fluxes from two temperate soils. J Environ Qual 41:1361–1370


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laporan Praktikum Kesuburan, Pemupukan, dan Kesehatan Tanah (KPKT) Acara 1

ACARA I TRILOGI BIOMASSA ABSTRAK Praktikum Kesuburan, Pemupukan, dan Kesehatan Tanah acara I yaitu Trilogi Biomassa dilaksanakan p...